Resume Buku “Manajemen Waktu Para Ulama”

--

Buku “Manajemen Waktu Para Ulama”

Judul asli dari buku ini adalah “Qimatuz Zaman ‘indal ‘Ulama” yang diterbitkan pada tahun 1404 H karya dari Syaikh Abdul Fattah. Saat saya menulis resume buku ini, tahun 1442 H, terhitung lebih dari 40 tahun dibaca dan dicetak berulang kali. Dengan kata lain, pahala dari amal jariyah penulis terus mengalir. Sebelum saya menuliskan resume lebih lanjut, mohon izin untuk mengucapkan terima kasih kepada guru saya, Bapak Harry Budi Santoso yang menghadiahkan buku ini. Semoga Allah selalu memberkahi dan merahmati beliau beserta keluarga.

Setelah menyelesaikan membaca, buku ini membuat saya kagum akan totalitas para ulama terdahulu dalam menuntut ilmu dan mengamalkannya. Meskipun pendapat saya pribadi, seolah utopia (khayalan), kisah-kisah yang diceritakan di buku ini apakah dapat terulang lagi di masa sekarang. Atau pun sebaliknya, pemikiran saya yang salah akibat minimnya pengetahuan saya mengenai kehidupan ulama saat ini.

Di kata pengantar di buku ini diulas bahwa pada dasarnya Islam mengatur mengenai pemanfaatan waktu bagi seorang muslim. Hal ini dapat dilihat dari perintah Islam untuk melaksanakan sholat sesuai dengan waktunya. Amalan yang paling dicintai Allah adalah sholat tepat waktu. Apabila muslim dan muslimah dapat melaksanakan sholat di awal waktu sesuai yang dianjurkan, maka akan tertanam dalam perilakunya sikap menjaga waktu dan cermat dalam manajemen waktu. (‘self-toyor’ yang masih belum selalu tepat waktu dan masih mengutamakan kepentingan lain).

Di awal bab dijelaskan mengenai perspektif Islam mengenai waktu. Beberapa ayat di Al-Quran menyinggung tentang waktu, misalnya QS Ibrahim 32–34 yang secara implisit menyatakan bahwa Allah telah memberikan nikmat berupa waktu, QS An Nahhl 12 yang menyebutkan bahwa Allah telah menundukkan memberikan siang dan malam. Ada satu ayat lagi yang menyindir manusia mengenai pemanjangan umur di QS Fathir 37. Allah telah menjadikan pemanjangan usia untuk berpikir dan merenung. Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini bahwa panjangnya usia dapat membuat kita terhina jika kita tidak dapat memanfaatkan waktu untuk kebenaran.

Beberapa kisah mengenai totalitas ulama dalam menuntut ilmu dibahas di bab selanjutnya. Misalnya Imam Nawawi yang nyaris tidak pernah tidur selama dua tahun. Beliau makan hanya satu kali di malam hari dan menghindari memakan buah karena takut tertidur. Umur beliau singkat, hanya 45 tahun dan tidak sempat menikah.

Kisah lain ada seorang ulama yang memilih mempersingkat waktu makannya dengan memilih roti basah daripada roti kering. Ada pula ulama yang tertabrak hewan ketika sedang membaca buku sambil berjalan dan meninggal masuk ke jurang. Dikisahkan pula ulama lainnya yang jarang sekali keluar rumah, kecuali untuk sholat di hari raya. Para ulama yang dikisahkan di buku ini mendedikasikan hidupnya untuk ilmu,baik membaca, menulis, mengajar. Satu lagi, yang membuat terheran adalah seorang ulama yang tidak mau kehilangan waktu pada saat melaksanakan hajat di kamar mandi sehingga ulama tersebut meminta untuk dibacakan buku ketika beliau berada di kamar mandi. Kisah mengenai ulama di masa lalu membuat saya berpikir,akankah terulang di zaman saat ini? Apa adakah yang seperti itu saat ini?

Kitab Asli Buku Manajemen Waktu Para Ulama yang berjudul “Qimatuz Zaman ‘indal ‘Ulama”

Dahsyatnya kecintaan ilmu para ulama terdahulu serta manajemen waktu yang luar biasa tercermin dengan betapa banyaknya buah karya besar yang telah dihasilkan. Misalnya seorang ulama yang mampu menulis 14 halaman tiap hari, sehingga diakumulasi menjadi 350.000 halaman selama hidupnya (estimasi beliau menuntut ilmu adalah 72 tahun). Ada juga ulama lainnya, Abdul Hayyi Al-Laknawi, yang mampu menulis 110 karya di usia 39 tahun. Bahkan ada ulama lain, Hakimul Ummah At Tahnawi, yang menghasilkan 1000 karya dalam hidupnya. Satu hal yang menjadi catatan dan saya ingin mengutip ulang pernyataan di buku ini bahwa hal tersebut merupakan karunia Allah yang diberikan kepada siapa saja yang Allah kehendaki. Hal tersebut terwujud dengan adanya komitmen untuk mengatur waktu yang ada, sehingga dengan waktu terbatas para ulama mampu menghasilkan karya yang demikian besar dan banyak jumlahnya.

Di bab terakhir diberikan tips dan trik bagi para pembaca untuk memanajemen waktu yang memang secara realita dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari. Bab ini yang menurut saya realistis dan dapat diambil hikmahnya. Beberapa tips tersebut yaitu:

1. Membagi waktu sesuai dengan kegiatan. Dikatakan di buku ini bahwa ada waktu khusus penuh berkah yaitu waktu sahur, waktu fajr dan pagi hari, sehingga mengoptimalkan waktu yang penuh berkah tersebut untuk mengerjakan sesuatu yang membutuhkan pikiran jernih dan konsentrasi tinggi.

2. Waktu, kondisi dan tempat khusus untuk belajar dan menghafal.
Pada poin sebelumnya dikatakan bahwa waktu penuh berkah dapat kita optimalkan, salah satunya untuk belajar dan menghafal. Lalu, kondisi tubuh pada saat menghafal adalah tidak terlalu kenyang dan tidak terlalu lapar. Di waktu lapar lebih baik daripada di waktu kenyang, dengan catatan tidak terlalu lapar. Apabila lapar dapat mengisi perut dengan menyantap makanan ringan dan tidak terlalu kenyang.
Tempat terbaik adalah tempat yang jauh dari keramaian, bahkan disebutkan di lantai dua lebih baik dari lantai satu, dalam artian di kondisi tenang dan sepi.

3. Relax ketika bosan
Di tengah belajar apabila merasa bosan dapat diisi dengan membaca syair dan sejarah, saran dari Ibnu Jarwin Al-Maushili. Bagi saya pribadi mungkin akan menjadi lebih bosan lagi jika membaca sejarah. Alhamdulillah ada tips yang lainnya, yaitu mengobrol sejenak dengan teman (catat baik-baik ya, hanya sejenak🤞 ) , mengubah posisi duduk dan berjalan, menikmati makanan ringan, menyenandungkan bait-bait syair dan membaca Al-Quran dengan suara sedikit keras. Cara lain adalah mengganti tema belajar lainnya.

4. Menyibukkan diri terhadap sesuatu yang penting dan menyusun prioritas
Ilmu diibaratkan sebagai barang bawaan dan mempunyai bobot sehingga sebaiknya kita memilih barang bawaan mana saja yang akan kita pelajari. Hendaknya kita memilih ilmu mana yang memiliki bobot lebih tinggi dan akan menjadi prioritas. Selain itu, memikirkan sesuatu yang tidak penting juga akan merugikan diri sendiri.

Di bab selanjutnya, dibahas mengenai hal-hal yang dapat membantu untuk mengoptimalkan waktu, di antara lain adalah mengatur jadwal kegiatan, dan bergaul dengan orang-orang yang menghargai waktu. Seorang tabi’in wanita, Hafshan binti Sirin mengungkapkan “Saya tidak melihat adanya kemungkinan beramal, kecuali di masa muda”. Meskipun hal tersebut, menurut pendapat saya, ada beberapa orang pilihan yang juga beramal ketika di masa tua. Beberapa penulis terkenal dan pengusaha terkenal juga ada yang memulai karyanya di usia senja. Akan tetapi kembali lagi, apabila kita bisa mengoptimalkan waktu di masa muda, masa muda tidak akan terbuang sia-sia.

Satu hal penting untuk dicatat di resume ini adalah ada seorang ulama yang sangat antusias terhadap ilmu dan ketika beliau mengajar ada seorang murid yang berhalangan hadir karena cuaca sedang buruk. Ulama tersebut mengatakan bahwa “ Tidak ada kebaikan bagi orang yang merasa terhalang hanya karena cuaca panas dan dingin”. (So, cuaca jangan dijadikan alasan ya sis n bro!😁 )

Wallahualam bisshowab. Saya sadar resume yang saya tulis ini belum mencerminkan keseluruhan karya dahsyat yang merupakan hasil penelitian penulis selama 20 tahun ini. Sebagai penutup, saya ingin mengutip dengan sedikit perubahan perkataan Ustadz Nasrullah, salah seorang yang telah menebarkan kemanfaatan dan berkah bagi umat, salah satunya melalui bukunya yang berjudul “Magnet Rejeki”. (Insyaallah next resume tentang buku Magnet Rejeki. )Jika setiap huruf yang saya tuliskan di sini membawa kebaikan dan inspirasi untuk Anda, saya titip doa agar kita bertemu di surga-Nya kelak. Aamiin.

Salam dingin dari Bogor💖 ,

Ariana(hamba Allah, a mom, a wife, a student)

--

--

A Random Note : Coffee and Brown Sugar

a long-life learner, a wife, a mom of three adorable kiddos, a doctoral student, a healthy life enthusiast